BLORA, (beritaku.net) – Ketergantungan masyarakat terhadap listrik memang tidak dapat dipungkiri. Hampir setiap aktivitas sehari-hari yang mereka lakukan berhubungan dengan arus listrik.
Contoh simpel ketergantungan masyarakat terhadap listrik bisa dilihat dari sumber lampu yang mereka gunakan untuk penerangan. Dan sebagian besar, listrik dipasok oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara).
Namun, apa jadinya bila pasokan listrik oleh PLN terhambat? Maka yang terjadi tentu saja, gelapnya malam karena tidak ada pencahayaan.
Berbicara tentang gelapnya malam tanpa pencahayaan, sering dialami oleh sejumlah desa di pelosok negeri.
Pasokan listrik PLN yang belum menjangkau ke pelosok-pelosok desa membuat masyarakat menyambut malam dengan kegelapan.
Sehingga diperlukan inovasi-inovasi agar masyarakat di pelosok negeri tetap dapat menyambut malam dengan terang.
Salah satu contoh bentuk inovasi agar malam menjadi terang dengan membuat kincir angin sumbu vertikal.
Seperti yang dibuat oleh seorang guru SMK N 1 Blora, Noer Chanief. Dengan membuat kincir angin sumbu vertikal, setidaknya mampu menerangi jalan di Desa Sukorejo yang gelap gulita pada malam hari.
“Kincir ini hadir atas permintaan Pak Kades Sukorejo, karena untuk mengatasi permasalahan penerangan jalan desa,” ucap Noer Chanief saat ditemui, Senin (23/8/2021).
“Maka untuk mengatasinya, Pak Kades berinisiatif memanfaatkan kincir angin dan solar cell untuk pembangkit listrik penerangan jalan desa,” imbuhnya.
Noer menjelaskan kincir angin sumbu vertikal yang dibuatnya tersebut mampu menangkap angin yang mempunyai kecepatan 2 meter per detik.
Sehingga kincir angin tersebut harus diletakkan di tempat yang lapang dan masuknya sinar matahari tidak terhalang oleh apapun.
“Kincir sumbu vertikal ini mempunyai karakteristik kemampuan menangkap angin dengan kecepatan minimal 2 meter per detik, jadi di Blora sangat cocok,” katanya.
Apabila lokasi peletakan kincir angin tersebut sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, maka dapat dipastikan gelapnya malam akan berganti terang benderang.
“Kalau kondisi anginnya bagus dan matahari bersinar terang, maka bisa nyala sepanjang malam, cukup menerangi jalan desa selama ini,” ujarnya.
Kincir angin tersebut telah diletakkan di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora sejak tahun 2019.
Selama kurang lebih dua tahun dipasang, hampir dipastikan tidak ada kendala berarti. Meski demikian, penjagaan dan perawatan kincir angin tersebut tetap harus dilakukan.
“Untuk perawatan hampir bebas perawatan. Laker sekali pelumasan itu juga bertahan lama, air aki secara rutin sebulan sekali kita buka paling nambah air sedikit-sedikit saja,” terangnya.
“Kalau jaringan paling kalau ada kabel yang kena pohon, putus, kita sambung, lampu mati. Apalagi sekarang lampu LED, hemat pemakaian arusnya kemudian awet pemakaiannya,” lanjut Noer.
Noer mengungkapkan untuk pembuatan kincir angin sumbu vertikal dibutuhkan waktu sekitar 14 hari. Sementara untuk harganya dipatok sekitar Rp 35 juta.
“Untuk yang sebesar ini 3600 Watt ini kira-kira Rp 35 juta,” jelasnya.
Noer mengaku karyanya tersebut telah diikutsertakan dalam program yang dikoordinasi oleh Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia.
“Dengan kami ikut program di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Kementerian Riset dan Teknologi, dari kementerian saja sudah 26 yang kami buat, belum desa-desa yang mandiri beli dengan dana desa, ya sekitar 50 unit sudah terpasang,” akunya.
Dirinya pun optimis inovasinya membuat kincir angin sumbu vertikal mampu mengatasi kelangkaan listrik di desa-desa.
“Jadi kami optimis dengan kincir yang karakteristik sumbu vertikal ini mampu mengatasi kelangkaan listrik di desa-desa di Blora,” katanya.
Noer menambahkan sejumlah desa di Blora yang menggunakan karyanya tersebut antara lain, Desa Sukorejo, Desa Tutup, sampai Desa Kedungringin.