KLATEN, (beritaku.net) – Angka pernikahan dini di Indonesia masih begitu tinggi, di tahun 2022 menurut data Puspensos (Pusat Penyuluhan Sosial) terjadi lebih dari 1, 2 juta pernikahan anak di Indonesia.
Di Kabupaten Klaten sendiri selama tahun 2022 ada sebanyak 206 permohonan dispensasi nikah.
Ini menandakan masih tingginya angka pernikahan dini di Kabupaten Klaten.
Penyebab pernikahan dini memiliki beberapa faktor diantaranya faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor budaya.
Sebenarnya, pernikahan dini atau pernikahan anak-anak secara hukum telah melanggar undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang mana dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa usia minimal untuk melangsungkan perkawinan apabila calon pengantin sudah berumur 19 tahun.
Melihat keadaan itu, Syamsuddin Nur mahasiswa jurusan Ilmu Hukum Tim 1 KKN Undip (Universitas Diponegoro) tahun 2023 yang ditempatkan di Desa Munggung, Kabupaten Klaten melaksanakan kegiatan untuk membentuk remaja yang sadar usia ideal untuk menikah dan untuk mencegah pernikahan dini.
Karena pada kenyataannya pernikahan dini dapat menimbulkan beberapa dampak dalam berbagai bidang, misalnya dampak pendidikan, kesehatan, psikologis, hingga menimbulkan siklus kemiskinan.
“Pernikahan dini memiliki beberapa dampak negatif, misalnya putusnya pendidikan, dampak kesehatan seperti meningkatnya risiko kematian ibu dan anak, risiko tinggi stunting, dampak kesehatan mental seperti stress, hingga risiko KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga).” Ungkap Syamsuddin setelah acara sosialisasi dan diskusi pada Sabtu (04/02/2023).
Sementara itu, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Fajrin Pramana Putra, S.P., M.Sc, sangat mendukung kegiatan yang dilakukan mahasiswa bimbingannya.
“Program yang dilakukan mahasiswa KKN ini sangat baik karena kurangnya kesadaran masyarakat akan bahayanya dari pernikahan dini. Dengan dilakukannya kegiatan ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya pencegahan pernikahan dini,” terang Fajrin.
“Dengan adanya kegiatan ini, semoga masyarakat khususnya remaja menjadi sadar mengenai batas usia minimal untuk menikah yakni 19 tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 baik laki-laki ataupun perempuan,” imbuhnya.
Salah seorang peserta acara, Akbar mengaku antusias dengan sosialisasi tersebut.
“Sebelumnya saya tidak menyadari bahwa dampak pernikahan dini bisa sefatal ini jika dibiarkan. Dengan adanya kegiatan ini juga bisa menambah wawasan dan kesadaran kami pemuda desa Munggung akan dampak pernikahan dini,” kata dia.
Sebagai informasi , ancaman kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) misalnya menjadi lebih rentan dalam pernikahan sebelum usia ideal.
Hal ini terjadi karena kurang siapnya psikologis anak dalam menghadapi masalah rumah tangga.
Selain KDRT kurang siapnya psikologis juga dapat menimbulkan dampak lain seperti stress dan kecemasan berlebih, hal ini juga berdampak pada organ reproduksi pada wanita.
Tidak hanya itu, pernikahan dini juga merupakan salah satu faktor yang meningkatkan risiko anak stunting.
Berbagai dampak ini masih dibayangi dengan pengetahuan remaja yang belum siap dalam mendidik anak-anak yang akan hadir dalam pernikahan nanti.
Efek pernikahan dini juga sangat rentan akan terjadinya perceraian.
Efek pernikahan dini menjadi sebuah efek domino mulai dari kehidupan para pengantin muda hingga berpengaruh kepada generasi penerus bangsa selanjutnya.
Tentu saja hal ini perlu upaya lebih keras untuk menekan angka pernikahan dini di Indonesia.