” PERKEBUNAN modern berkonsep green house tanaman melon di Agro Wisata Girli Farm saat ini telah memasuki masa panen. Di kebun tersebut, pengunjung bisa memilih dan memetik sendiri buah melon yang akan dibeli. Ada berbagai varian melon, seperti melon Kirani, Kinanthi maupun Adinda, yang memiliki rasa nikmat dan ciri tersendiri. ”
BLORA, beritaku.net – Setelah melihat dari dekat perkebunan modern berkonsep green house tanaman melon di Agrowisata Girli Farm yang terletak di Desa Sumberejo, jaraknya 10 Km dari Kecamatan Japah, Bupati Blora, H. Arief Rohman berharap, perkebunan tersebut bisa diterapkan di semua kecamatan yang ada di Blora.
”Perkebunan melon modern milik Adi Latif Mashudi ini sangat inovatif, yakni berkonsep green house. Semoga bisa diterapkan di sejumlah kecamatan lain yang ada di Blora,” papar Bupati Arief saat mengunjungi green house petik buah melon di Agro Wisata Girli Farm, Desa Sumberejo, Kecamatan Japah, Selasa (18/6/2024).
Perkebunan modern berkonsep green house tanaman melon di Agro Wisata Girli Farm saat ini telah memasuki masa panen. Di kebun tersebut, pengunjung bisa memilih dan memetik sendiri buah melon yang akan dibeli. Ada berbagai varian melon, seperti melon Kirani, Kinanthi maupun Adinda, yang memiliki rasa nikmat dan ciri tersendiri.
Dengan didampingi Kepala Dinas DP4 Blora, Bappeda, saat berkunjung, Bupati Arief sempatkan berkeliling meninjau kebun green house, dan memetik sejumlah buah melon yang sudah siap dipanen. Bahkan Bupati tampak antusias mencicipi buah melon tersebut. Ikut mendampingi pemilik Agro Wisata Girli Farm, Adi Latif Mashudi.
“Buahnya sudah kita coba, memang recomended. Buah Melon ini hari terakhir untuk dipanen. Beberapa waktu lalu sempat viral, dalam waktu 3 hari ini panen langsung habis. Jadi untuk yang mau petik melon di sumberejo harus bersabar nunggu sampai awal agustus. 50 hari lagi ya,” terang Bupati seusai mencicipi buah melon tersebut.
Dikatakan, setiap masa panen, pihak Agro Wisata Girli Farm menginformasikan melalui media sosial. Bahkan hasil panen bisa ludes terjual dalam waktu yang singkat. “Setelah diumumkan biasanya langsung banyak yang datang,” imbuhnya.
Bupati yang akrab dipanggil Mas Arief itu berharap, langkah inovatif berkebun dengan konsep green house di wilayah Japah itu bisa diterapkan di sejumlah kecamatan lain yang ada di Blora. “Semoga ini menjadi inspirasi ya Mas Adi. Kemarin kita membentuk Komunitas Petani Milenial ketuanya terpilih Mas Adi. Idenya adalah bagaimana Komunitas dibikin klaster klaster yang nantinya tidak hanya disini saja, melainkan bisa dikembangkan ke kecamatan kecamatan,” ucapnya.
Kalau perlu, demikian Bupati, bagi para anak muda yang berminat untuk bergabung dengan komunitas petani milenial bisa dilatih. Selain buah nanti bisa juga padi organik, peternakan dan yang lainnya,” jelas Bupati. Terkait inovasi dari Agro Wisata Girli Farm, orang nomor satu di Blora itu berharap bisa menginspirasi anak-anak muda Blora. Bahwa beternak dan bertani kalau dikelola secara profesional ternyata keren dan menghasilkan.
Ditambahkan, pihaknya juga akan minta bantuan dari sektor permodalan perbankan, baik dari BI maupun bank-bank daerah untuk mendukung program pertanian milenial.
Keren
Terpisah, Adi Latif Mashudi menceritakan, dirinya membaca data, bahwa petani milenial setiap tahun mengalami penurunan. Faktornya adalah persoalan fungsi lahan dan petani itu dianggap kuno. “Di sini Pak Bupati bisa menyaksikan bagaimana kami bertani dengan sistem yang lebih modern dan pakaian saya bisa dikatakan cukup rapi. Bisa dibilang sedikit lebih keren,” ucapnya.
Adi menjelaskan, penjualan terjauh hasil perkebunannya yang telah dilakukan, pernah kirim ke Cianjur. Bahkan harusnya menurutnya saat panen ini harus kirim ke Bogor dan Jakarta. Namun karena banyaknya pengunjung yang datang hingga habis. “Permintaan banyak, dari Bali juga minta , tapi karena sudah habis kami tidak bisa ngirim. Kebanyakan mintanya varietas Sweet net, atau Kirani atau jenis Intanon,” terangnya. Untuk harga, rata rata lokal Blora Rp 30.000/kg. Ada jenis Came, dijual Rp 35.000/Kg ribu per kilo.
Adi Latif mengaku, saat mendirikan Agrowisata miliknya, dirinya merogoh kocek hingga Rp 700 juta lebih. Uang tersebut sama sekali bukan pinjaman. Melainkan hasil jerih payahnya saat kerja di Korea. “Saya sudah nyelengi modal sejak dulu. Akhirnya saya dirikan ini. Biaya greenhouse dan lainnya lebih dari Rp 700 juta,’’ terangnya.
Kini ia berhasil mendirikan 2 titik greenhouse. Dengan 2 greenhouse tersebut dirinya memulai mengembangkan agrowisatanya yang ia nama ‘Agro Wisata Girli Farm’ sebagai petani melon hidroponik. Semua ilmu hidroponik pun ia pelajari secara otodidak sambil berkonsultasi dengan dua rekan mantan kerjanya di Korea yang berkarier sebagai petani. Ia akui, keputusannya menjadi seorang petani hidroponik itu semakin membuat dirinya maju.
Ia menyebut, setidaknya selama masa tanam, kebunnya mampu menampung 2.400 pohon melon dari seluruh greenhouse miliknya. “Jadi masa tanamnya itu sebulan sekali, dan panennya satu bulan hingga dua bulan sekali.’’
Adi berharap, dengan caranya ini bisa menjadi pemantik pertanian di desa nya. Terlebih letak desanya jauh dari pusat kota dan akses jalan masih sangat terbatas. “Harapannya bisa menggenjot perekonomian sekitar. Bisa memberdayakan SDM disini. Sementara masih ada beberapa warga saya ajak kerja di Girli farm. Kedepannya bisa lebih besar dan nantinya pemuda dan masyarakat disini bisa merasakan dampak postifnya dari agrowisata ini,’’ tegasnya.
“Untuk para teman teman kita sesama pemuda jangan pernah malu bertani karena kita hidup dan bertahan karena jasa jasa dari para petani,” pesannya.
Adalah Ira Widowati salah satu pengunjung dari Blora mengaku mengetahui lokasi kebun Melon di Japah setelah mengikuti perkembangan di Instagram. Dan saat musim Panen ini baru menyerbu bersama keluarga.
“Ini baru pertama kali saya ke sini. Baru nyoba, dan memang rasanya manis, apalagi buah yang baru diambil itu lebih manis lagi. Saya lebih suka jenis Kirani. Yang putih, dalamnya oranye, yang hijau itu manis lembut. Harganya sesuai dengan rasa. Sangat terjangkau,” terang Widowati. ***